16 April 2011

, ,

Belajar Feminisme (Lagi) Gara-Gara Panelis

Cerita ini dimulai ketika saya bertemu dua ukhti-ukhti (mutsanna apa jamak tuh?). Mereka berdua mempromosikan acara Keputrian DKM Unpad yang bertemakan 'TKW-ku Sayang TKW-ku malang; TKW Antara Pahlawan Devisa dan Korban Komoditas'.

Menarik. Tapi saya tidak tertarik, jadi gimana dong? Hanna sudah melirik-lirik ke arah saya yang melihat pamflet dengan hambar, "Ikutan yuk, Sar!"
Aku mengerutkan kening, "Ngeri ah."
"Lho kenapa?"
"Kalau setelah ikutan acara ini tiba-tiba aku berambisi untuk berubah jadi cowok gimana?"
Ha? Jiwa feminisku memang lemah.

Tapi saya menolak mengikuti acara itu karena memang hari Sabtu ini saya harus ke Kalipah Apo untuk rapat acara Kibar (Kilas Balik Perjuangan Mahasiswa) dari mahasiswa Persatuan Islam. Harus ikut, sudah dua kali bolos rapat tuh, parah banget kalau mau terus absen. Saya juga sudah ambil ancang-ancang untuk ijin acara internal BEM Kema yang diadakan SDMK sabtu ini, acaranya masak-masak gitu, seru-seruan, tapi sesuai dengan pratinjau Raker maka awak Kominfo pasti pada dikit banget personilnya.

Pada akhirnya, sepertinya besok saya tidak ikut lagi rapat panitia Kibar dan tidak pula ikut acaranya SDMK. Why?

"Sar, Sabtu ini ada acara SDMK kan di BEM?" Tanya Teh Dika di pertigaan Jl. Sayang.
Saya langsung kikuk, berpikir keras apa jangan-jangan Teh Dika tahu kalau saya hendak ijin untuk bolos.
"Itu yang acara Sigap Heart to Heart." Tambahnya meyakinkan.
Aku sih sebenarnya sudah yakin, yakin ga hadir gitu, Tapi ...
"Kamu ijin saja ya ke Fae buat ga ikut ... (hehe Teh Dika tahu aja saya mau ijin) ... jadi kamu nambahin buat jadi panelis di acara DKM Unpad ... (what?) ... soalnya mereka minta 10 orang dari BEM dan sekarang baru ada 3 orang ... (aku diitung tujuh aja gitu :D) ... sambil liputan juga kan, Sar ... (gubrak, double job pula)."

Saya tersenyum dengan penuh keraguan, "Panelis, Teh?"
"Iya, kamu pasti bisa lah ..." Teh Dika menepuk bahuku, "Kan seneng baca, sudah punya vokal buat ngomong nanti."
Jiaah, vokal grup ala kaskus ujian aku punya, Teh, heheheee.

So?
Seru kali ya jadi Panelis, meski saya belum pernah jadi panelis dan ga tahu kerjaan panelis tuh ngapain. Haha, harus jungkir balik Jatinangor-DU saja kali ya kalau nanti disana tegang. Yang penting malam ini saya harus baca semua artikel mengenai TKW dan petuah-petuah dari Teh Kantry yang sangat menumpuk.

Qadarullah, kakakku tercinta adalah eks Ketua Keputrian BKI jadi di rak bukunya banyak buku mengenai perempuan. Tapi nggak mungkin saya baca cuma dalam semalam juga, ya.

Perempuan? Wanita?
Umh, saya tidak terlalu tahu mengenai ke-TKW-an, tapi untuk masalah feminisme? Jreng ... jreng ... jreng ... rasanya akhir-akhir ini saya banyak sekali mengikuti kajian bertema feminisme. Kalau di Keputrian Quwwatul Azzam sudah pasti ya kajiannya perihal cewek semua, lalu di FLP Bandung ketika pertama kali saya ikut, yang dibahas adalah buku 'Perempuan di Titik Nol', beuh tuh novel pengen saya telen aja saking mengobrak-abrik pemikiran kritis mengenai perempuan. Beberapa bekal yang saya ambil dari kajian FLP Bandung itu:


"Tubuh yang paling murah adalah tubuh seorang istri, maka saya lebih memilih untuk menjadi seorang pelacur yang cerdas daripada menjadi seorang istri yang dibodohi."

Apa banget kan bacanya, saya memang tipe manusia yang labil, ga boleh dicekokin doktrin jika tanpa filter. Sepulangnya dari kajian FLP Bandung saya membekali kedunguan saya ini dengan sebuah kalimat bodoh.


"Ketika seorang suami keluar rumah, maka dia berhak melirik wanita lain untuk dijadikan istri (kedua, ketiga, dst). Dan ketika hal itu terjadi, seorang istri yang menantinya di rumah berkewajiban menjaga dirinya dari lirikan laki-laki lain."

Hmm, saya tidak menuntut masalah poligami, semua orang juga tahu saya ini penganut pro poligami. Kita juga bukan sedang membicarakan masalah hak dan kewajiban, juga bukan mengkritisi hukum islam. Tapi saya jadi merasa betapa tingginya kemungkinan seorang laki-laki menjadi egois pada pasangannya.

Lain lagi di kajian PP Himi Persis yang berlangsung di Kalipah Apo itu. Apa cobaaaa ... pematerinya kabur sebelum ada sesi tanya jawab, padahal aula tengah memanas dengan doktrin-doktrin beliau yang mengganas. Beliau adalah tokoh feminisme lulusan London yang sudah S3. Widiiih, saya saja masuk kuliah S1 harus dibujuk keluarga dulu.

Beliau sangat menyayangakn pemikiran kami yang lurus-lurus saja mengenai disparitas antara kaum Adam dan kaum Hawa. Bahkan beliau mengoceh tentang tafsir dari Kitab Ibnu Katsir saat membahas mengenai penciptaan Hawa.

"Kalian selalu menafsirkan ayat al-quran dari Ibnu Katsir kan?"
Kami memperhatikan pola bicaranya yang penuh penekanan.

"Ibnu Katsir itu siapa? Dia manusia? Jadi dia juga bisa saja salah, kan? Kalian harus bisa mengkritisi sendiri isi Ibnu Katsir itu?" Celotehnya.

Nah loh, saya juga manusia yang bisa salah kan, dan dia juga manusia yang bisa salah. Kalau semua mengacu pada asumsi bahwa semua manusia bisa salah, maka ilmu siapa yang mau diambil? Toh Ibnu Katsir juga dipercaya tafsirannya dengan beberapa pertimbangan dari ulama-ulama terverifikasi. Apa ulama itu juga salah? Kalau semuanya salah, masa kamu doang yang bener? Daftar jadi malaikat sejak kapan?

Hehe sepertinya tulisan saya sudah menyimpang dari judul, sori dori kogoro mori, nih, kelewat semangat euy.

Huft, baiklah.

Untuk besok, saya harus siap jadi panelis. Tanpa wajah pucat, jadi nggak boleh begadang. Besok juga ada Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Oh iya, selain saya dan rengrengan BEM Kema, ada juga panelis dari organisasi lain semisal BKLDK Jabar, HMI, dan  MHTI. Ya sudah lah ya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Yang nggak kebayang itu kalau sampai media pada datang kayak pas acara Logika KPK. Huft, bisa banjir keringat di tengah aula ber-AC.

Haduuh ... Mules dari sekarang.

0 Comments:

Post a Comment

Jika tidak memiliki akun di google, wordpress, dan yang lainnya, bisa menggunakan anonymous.