11 March 2014

Pikiran Saya tentang UP

Yeaaaah ... saya udah ngumpulin draft. Akhirnya ... oh, God ...

Sekarang saya tinggal menunggu jadwal UP dan siapa yang jadi dosen penguji saya. Semoga sesuai ekspektasi. Demi menghargai teman-teman yang belum mengumpulkan draft, saya menghindari membuat status di Medsos tentang UP. Saya tahu kok rasanya melihat yang lain sudah UP, tapi kita masih revisi-an.

Selagi menunggu jadwal UP keluar, saya masih harus mengerjakan lima tugas bahasa arab, menghapal dialog bahasa arab tentang ... entah tentang apa, membuat resuma tentang Tekanan Intra Kranial, lusanya Peer Teaching, belum kuliah Kewarganegaraan. Heaaaah ...

Tapi kalau dibayangkan memang ribet, ketika dikerjakan biasa saja. Sama seperti beberapa hari yang lalu, saya berpikir buset saya harus ngejar dosen-dosen buat acc seminar, eh pas dijalanin biasa saja. Tinggal ketemuan, tanda tangan, senyum deh.

Saya sudah mulai membuat power point, beberapa quote tentang spiritual saya masukin. Nggak apa-apa kali ya.




Saya juga memikirkan beberapa pertanyaan yang mungkin muncul ketika UP.

1. Kenapa kamu meneliti tentang Kecerdasan Spiritual?
Karena kecerdasan spiritual itu sama seperti kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, keahlian bawaan tapi bisa dikembangkan. Dan kecerdasan ini dimiliki oleh semua orang. Bahkan ada literatur yang mengatakan bahwa diantara tiga kecerdasan ini, kecerdasan spiritual yang paling penting dan mempengaruhi dua kecerdasan lainnya. Ibarat sebuah lingkaran, kecerdasan spiritual berada di lingkaran terdalam. Nah, karena ada juga literatur yang mengatakan bahwa spiritual berbeda dengan agama, namun agama menjadi kendaraan terbaik untuk spiritualitas. Maka saya meneliti tentang kecerdasan spiritual pada perawat yang memang memiliki basis agama yang baik, yaitu Rumah Sakit Al Islam, untuk mengetahui apakah mereka mempunyai  kecerdasan spiritual yang bagus atau tidak.

2. Rumah Sakit Al Islam kan berbasis agama islam, kenapa teori yang kamu gunakan adalah teori dari Canada, bukan teori berdasarkan agama islam?
Yang pertama karena teori itu tadi, spiritual berbeda dengan agama. Spiritual lebih kepada "makna", sementara agama lebih kepada "nilai" dan "aturan". Orang yang tidak beragama bisa saja memiliki kecerdasan spiritual yang bagus, sementara orang yang agamanya bagus malah memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Dari awal penelitian saya sudah mengetahui bahwa kecerdasan spiritual tidak seperti kecerdasan intelektual yang memiliki alat ukur yang pasti, maka saya mencari instrumen baku untuk kecerdasan spiritual ini. Ada ilmuwan islam yang meneliti tentang ini, diantaranya Dadang Hawari dan M. Utsman Najati, tapi instrumen yang mereka buat berdasarkan nilai-nilai keislaman, sementara ilmu pengetahuan bersifat universal. Maka saya pakai instrumen yang bisa dipakai oleh orang dengan agama apapun. Entah itu muslim atau nasrani.

3. Seberapa valid instrumen ini?
Instrumen kecerdasan spiritual dibuat oleh David Brian King dalam tesisnya, sudah diuji dengan hasil ....  ng .... kayaknya untuk menjelaskan ini saya harus belajar lagi :D

4. Kenapa Anda hubungkan dengan Perilaku Sosial?
Kecerdasan spiritual dan perilaku sosial sama-sama keadaan mental seseorang dan merupakan keahlian bawaan yang bisa dikembangkan/berkembang dengan sendirinya. Pada awalnya saya ingin meneliti mengenai gambaran kecerdasan spiritual perawat yang mengikuti mentoring keagamaan. Namun kemudian muncul pertanyaan, kenapa kecerdasan spiritual perawat harus diteliti? Lalu saya menemukan literatur mengenai perilaku sosial yang dipengaruhi, diantaranya oleh budaya, agama, pendidikan, dan sebagainya. Tujuan dari mentoring keagamaan di Rumah Sakit Al Islam pun untuk membentuk karakter perawat. Nah, akhirnya saya tertarik untuk meneliti karakter perawat yang diwujudkan dengan perilaku sosial di Rumah Sakit Al Islam Bandung. Lalu akhirnya muncul pertanyaan apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku sosial perawat di Rumah Sakit Al Islam Bandung.

5. Dalam populasi Anda menuliskan seluruh perawat di ruang rawat inap, kenapa hanya di ruang rawat inap saja yang Anda teliti?
Karena pasien dan perawat melakukan hubungan sosial selama 24 jam karena pasien menginap disana. Maka perilaku sosial perawat akan lebih terasa oleh pasien di ruang rawat inap. (pendek amat ya jawabannya -_-)

6. Mengenai perilaku sosial, kenapa hasil ukurnya bisa empat komponen ini?
Itu merujuk pada teori Moskowitz tahun 1994 yang kemudian divalidasi ulang oleh Hoessler pada tahun 2008. Jadi perilaku sosial yang saya telitimerujuk kepada sifat seseorang. Sebenarnya ada dua bagian dalam perilaku itu (teori siapa ini saya lupa di buku Psikologi Sosial Untuk Perawat), yaitu sikap dan sifat. Sikap lebih ke prinsip dalam diri, sifat lebih ke cara kita berhubungan degan orang lain (dih, saya nggak yakin dengan definisi ini. Harus baca ulang :D). Kalau dalam teori Catell, ada banyak sekali komponen sifat (harus dilihat lagi ada berapa bro), termasuk didalamnya ramah, dominan, keras kepala, dan sebagainya. Namun dalam penelitian Moskowitz ini disimpulkan empat sifat besar yaitu ramah, dominan, penurut, dan suka bertengar.

7. Lalu hasil ukurnya bagaimana?
Nah, kalau kecerdasan spiritual saya mengukur dengan scoring, sesuai dengan penelitian David King. Pada perilaku sosial hasil ukurnya adalah empat komponen tadi, ramah, dominan, penurut, dan suka bertengkar. Maka nanti pada analisa data dikelompokan jawaban dari item empat komponen ini. lalu dirata-ratakan. Komponen yang memiliki rata-rata paling tinggi akan menjawab apakah perawat ini ramah, dominan, penurut, atau suka bertengkar. Pada akhirnya akan terlihat perilaku sosial perawat di Rumah Sakit Al Islam itu apa. Lalu dikorelasikan dengan skor kecerdasan spiritual dengan memakai analisis one-way varians (Anova). Duh ... sebenarnya masih nggak ngerti dengan analisa data -_-"

8. Itu tadi perilaku sosial, ya. Coba sekarang Anda jelaskan masing-masing komponen dalam kecerdasan spiritual?
Di kecerdasasn spiritual menurut David King ini, ada empat komponen. Singkatnya adalah tentang eksistensial, transendental, makna pribadi, dan kesadaran. Yang pertama berpikir kritis mengenai keberadaan kita di dunia, jika ada yang berpikir bahwa saya di dunia hanya makan, minum, buang kotoran, tidur, lalu meninggal, maka dicurigai bahwa kecerdasan spirtualnya rendah. Bahkan jika ada perawat yang dia berprofesi menjadi perawat bukan karena keinginannya sendiri, maka bisa dicurigai bahwa kecerdasan spiritualnya rendah.
Yang kedua adalah kesadaran transendental, gampangnya adalah mengenai makna 'kebetulan'. Ketika seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini terjadi dengan sendirinya, maka dicurigai kecerdasan spiritualnya rendah. Atau dalam agama islam ada yang dinamakan ihsan, artinya adalah kita merasa bahwa kita bisa melihat Allah, jika kita tidak bisa merasa bahwa kita bisa melihat Allah, maka kita harus merasa bahwa Allah melihat kita. Nah, dalam teori ini hal tersebut dinamakan kesadaran transendental.
Yang ketiga adalah persepsi makna pribadi. Hal ini lebih merujuk kepada hubungan kita dengan manusia lain, alam, dan lingkungan. Jika eksistensial lebih ke pikiran kita terhadap diri kita sendiri. Maka makna pribadi lebih mengarah kepada kebermanfaatan kita untuk orang lain.
Yang terakhir adalah pengembangan area kesadaran ... (belum begitu paham yang ini. haha)

9. Coba jelaskan tentang alat ukur yang kamu pakai dan bagaimana kamu menggunakannya?
Alat ukur yang pertama adalah Spiritual Intelligence self-Report Inventory dengan 24 item dan memakai skala Likert. Ini merupakan tesis dari David Brian King dari trent University. Yang kedua adalah Social Behavior Inventory dengan 46 item, juga memakai skala Likert. Inventroy ini dari Moskowitz (1994), cuma saya pakai yang sudah divalidasi oleh Hoessler pada tahun 2008.

----------

Baru nulis segini saya langsung pusing. Tapi sebenarnya sebelum tanya jawab pun saya sudah akan menerangkan tentang apa yang saya tulis di atas. Saya belum pernah nonton UP, jadi saya nggak kebayang mau ditanya apa aja. Katanya sih seputar yang di atas itu. Tapi nggak tahu lah ya. Fyuuh .... saya berharap ini akan berakhir. Tapi meski saya kelelahan sampai pengen muntah setiap saat, saya bahagia karena saya belajar tentang teori spiritual dan perilaku sosial. Kan mau lanjut S2 ke Psikologi Sains, kan :p. Dan ... ceritanya malam ini saya akan buka folder novel lagi. Yeay! Setelah enam bulan nggak disentuh :D. Ada draft novel yang harus dikirim ke sebuah perlombaan bulan Maret ini. Saya nggak yakin bisa beres sebenarnya. Tapi siapa tahu ya ... yeah, siapa yang tahu. Allah lah ...

0 Comments:

Post a Comment

Jika tidak memiliki akun di google, wordpress, dan yang lainnya, bisa menggunakan anonymous.