25 March 2014

Have You been Married?

Menggigil lagi,
Pada suatu sore yang mempertemukan udaraku dan udaramu
Pada suatu dingin yang mengingatkanku pada cuacamu

Tergenang lagi,
Pada suatu sudut yang tak bisa dicapai siapapun
Pada suatu rasa yang kita coba injak bersama

Mati, perlahan ...
Membusuk dalam diam

Meletupkan kembang api
Mengoyak perut

Baikkah jika kita bertemu?

Hhhhh ...

Jika semuanya terjadi karena sebuah alasan
Untuk alasan apa kita dipertemukan?

Kita tidak perlu menerkanya

***

Sepertinya kita sama-sama tahu bahwa kita akan cocok menjadi tiga sahabat yang berbagi dunia. Aku sendiri tidak tahu tembok macam apa yang menghalangi pertemuan kita bertiga. Atau mungkin kita berdua. Atau berempat. Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak mau mendobrak tembok itu. Kita sudah menjadi pribadi yang berbeda. Sangat berbeda. Mungkin kamu akan lupa kita sering mendiskusikan kehidupan sosial. Seperti aku yang lupa sastra macam apa yang aku pelajari darimu.

Kamu mengenalkanku Tuhan. Aku mengingatkanmu Islam. Kamu meracuniku dengan sastra. Aku berusaha menjadikannya nyata. Menulislah. Kita hanya perlu menulis, kataku. Tulisanmu jelek, picisan, itu katamu. Lalu kalimat cemoohan apa lagi yang akan kita keluarkan setelah kita mendewasakan diri di tempat yang berbeda. Ah, teman ... tulisan kita saja sudah berbeda. Aku tidak mengerti puisi-puisimu sekarang. Seperti kamu yang tidak akan mengerti artikel-artikel politikku. Atau resume patofisiologiku.

Apa yang kamu pikirkan tentang demokrasi? politik? Islam? Kita akan menemukan banyak hal berbeda yang telah mengalir dalam keseharian kita. Aku tahu kamu semakin mempertanyakan Tuhan. Aku tidak bisa membantumu menjawabnya. Gelisahlah, Tuhan akan memberimu jawaban.

Aku merindukan teater, juga pertunjukan. Tapi aku tidak ingin melihat pertunjukanmu meski dulu mimpikulah melihatmu berada di panggung teater. Menggila. Menerima tepuk tangan. Sorakan tengah malam. Apakah gelap tetap menjadi temanmu? Aku sudah menyukai terang sekarang.

Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan menemukan sepenggal kisah hidup yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Tanya yang tidak pernah bisa aku jawab. Bagaimana bisa? Aku akan semakin tidak bisa menjawab. Teman, maaf otakku runyam jika kembali pada masa itu. Bisakah kita bertemu kembali tanpa masa lalu?

Ada duniaku yang terampas terhembus awan. Aku tidak berani mengambilnya. Duniaku kini cukup mempelajari ilmu kesehatan, membaca novel, berorganisasi. Kemana hasrat seniman yang dulu meletup-letup? Aku tidak tahu. Mungkin sudah sama-sama terkubur. Seperti terkuburnya lukisan dan hasrat melukis Lena, ibunda Keenan.



***

Menggigil lagi
Pada pena yang memuntahkan tinta
Pada kertas yang kusut tak berupa

Disini, diam, mengamati
Semuanya masih berirama

Gemuruh langit yang memuntahkan hujan
Sapuan jemari dalam ketukan dan ketikan

Sore bersama hari yang basah
Sore bersama pandangan yang kabur

Apakah disana masih sedingin pertemanan kita?

***

Ah, kamu memang manusia ajaib. Abnormal. Aku tidak bisa merusak kotak tertawamu, untuk apa? Hanya karena aku iri dengan kebahagiaanmu. Itu picik. Aku tahu.

Ajaib sekali sore ini, seajaib pertemanan kita. Hanya satu pertanyaan yang membuatku terusik setelah tiga tahun keheningan kita, have you been married?

***
PS: melankolis sebentar boleh lah, bro :p

-------------

Beberapa jam setelah menulis ini saya benar-benar mengirim pesan kepada teman saya.
Saya : have you been married?
Intan: begitulah sar :) 
Saya: Jawaban apa tuh tan :D 
Intan: alhamdulillah udah :D. gini yah.. 
Saya: kok ga bilang-bilang tan 
Intan: ntar sabtu kok resepsinya juga sar. makanya aku ngundang-ngundangnya pas resepsi aja.
 Ada lebih dari beribu kata yang ingin saya tulis mendengar kabar ini, teman.

0 Comments:

Post a Comment

Jika tidak memiliki akun di google, wordpress, dan yang lainnya, bisa menggunakan anonymous.