Departemen/UPF Penyakit Dalam
Ruang Fresia Kelas 2 (masih dikenal dengan nama Anyelir)
Kamis, 7 November 2013
14.00-21.00
Saya berangkat jam 1 siang dari Dipati Ukur karena baru saja
mengahadiri wisudanya Kang Ridwan, senior saya di keperawatan. Saya makan siang
bareng Riri, Bela, Teh Ela, Kang Zu, Kang Dadieh, dan satu lagi yang saya lupa
namanya. Sampai di ruang fresia, teman-teman yang dinas pagi masih bertugas dan
terlihat lebih ceria karena tidak ada pembimbing yang datang.
Ketika pergantian shift, saya dan Indah ikut operan di wing
dua. Ada 6 pasien hari itu, satu pasien dipindahkan ke HCCU. Ada juga pasien
yang pulang dan pasien baru yang datang kemarin malam. Selesai operan, kita
berdua langsung bertugas untuk mengecek TTV. Kita bagi dua, jadi masing-masing menegcek
3 pasien tapi kita datang ke pasien barengan. Jadi ketika Indah ngecek TTV,
saya ngajak ngobrol pasien dan keluarga sambil mencatat hasilnya. Sebaliknya,
kalau saya yang sedang ngecek TTV, Indah yang mencatat dan berkomunikasi dengan
pasien dan keluarga.
Setelah memindahkan dokumentasi TTV, jam 4 sore waktunya memberi obat. Ketika
memberi obat kita didampingi perawat penanggung jawab. Namanya Teh Dian,
cantik, baik, ceria, komunikatif, dan perawat banget. Lagi hamil mau 8 bulan.
Saya sempat ngoplos obat dua kali, mematahkan ampul kecil
dan ampul yang agak besar. Sempat ada aquabides yang tumpah karena saya terlalu
kencang menarik spuit. Dan itu bikin suasana di ruangan jadi agak tegang. Tapi
ketika memberikan obat melalui selang infus Alhamdulillah lancar, cuma harus
dibiasakan ngoplos obat aja. Ada pasien yang diambil darah dan saya masih ngeri
melihatnya, bukan darahnya yang bikin ngeri tapi suntikannya. Padahal saya
biasa pakai jarum sehari-hari untuk pakai kerudung dan udah bisa menyuntikan
jarum ke IV lewat selang. Tapi tetap saja membayangkan jarum memasuki pembuluh
darah atau kulit atau otot itu masih terasa ngilu.
Setelah selesai memberi obat, ada pasien yang harus kita
bawa ke ruang hemodialisa untuk cuci darah dan ada sampel darah yang harus
diantarkan ke lab. Kita langsung bersemangat untuk mengantarkan kesana karena
keluar ruangan ketika dinas itu rasanya legaaaaaaaaaaaaa banget. Pressure-nya
itu kerasa berkurang.
Memasuki jam lima sore, makanan diantarkan oleh petugas dan
ada satu pasien yang harus diberi insulin dulu sebelum makan. Indah semangat
ingin mencoba memberikan suntik insulin, saya masih ngeri meskipun jarumnya
cuma seuprit. Dan Alhamdulillah, Indah akhirnya berhasil mencoba suntik
insulin. Kayaknya besok saya mau coba deh, Insya Allah.
Jam 6 sore kita istirahat. Semuanya sepakat untuk pergi
keluar. Total yang dinas sore ada 6 orang. Djoko dan Puspa di wing 1, saya dan
Indah di wing 2, Ais dan Syifa di wing 3. Kita kembali ke ruangan jam 7 malam,
saya dan Indah hanya tahu agenda kita selanjutnya adalah mengambil sampel darah
salah satu pasien dan menjemput pasien di ruang hemodialisa. Tapi ketika sampai
di ruangan, ternyata ada pasien dying. Kita langsung ke kamar pasien.
Nafas pasien hanya ada sedikit-sedikit, jadi kita memompakan
oksigen ke pasien. Ada dua perawat yang harus di dekat pasien, yang satu
memegang cup di mulut pasien supaya tidak ada udara yang terbuang keluar, yang
satu lagi memompa udara setiap pasien membuka mulutnya. Karena bantuan pompa
nafas itu pasien masih bisa bertahan, nadinya masih ada meskipun tidak teraba
ketika hendak ditensi.
Memompa dan memegang cup itu pegalnya luar biasa. Selama dua
jam kita berenam ganti-gantian. Saya sempat gantian sampai lima kali dan
bolak-balik ke base camp untuk minum dan meregangkan badan. Sekitar 20-an
keluarga ada di ruangan ketika itu, ada yang menangis, membaca tahlil, membaca
al-quran, dan kita tidak boleh terganggu dengan suara-suara itu.
Saya tetap bolak-balik ke kamar itu, sementara Indah
bolak-balik ke kamar lain karena ada yang harus diambil darah, diganti infus,
dan sebagainya. Mahasiswa lain, yang tidak ada tindakan di wing-nya membantu
kita untuk memompa oksigen.
Menjelang jam 9 malam, perawat penanggung jawab dan dokter
sudah menyampaikan kepada keluarga bahwa nafasnya sudah tidak ada, tapi nadinya masih ada karena bantuan oksigen
yang sedang dipompa oleh mahasiswa, pasiennya sudah tidak bisa diapa-apakan
lagi. Saya tahu maksud dokter adalah sekarang keputusan ada pada keluarga,
meskipun kami sudah pegal-pegal pun kita tetap menunggu keputusan keluarga apa
akan dipertahankan atau bagaimana.
Akhirnya ketika perawat dan dokter sudah keluar, salah satu
keluarga yang berada di dekat pasien meminta kami untuk mencoba menghentikan
pompa. Saat itu yang berada di dekat pasien adalah Indah dan Ais, saya dan
Puspa stand by di belakang mereka. Dan ketika pompa dihentikan, nadi pasien
menghilang sedikit demi sedikit dan saya langsung memanggil dokter dan perawat
penanggung jawab.
Keluarga sudah mengikhlaskan, dokter sudah memutuskan,
perawat sudah berjuang sampai akhir. Allah sudah berkehendak. Malam itu untuk
pertama kalinya saya berhadapan dengan pasien dying, merangkul istri pasien
yang terisak.
Pulangnya saya dijemput A Heri, kakak kedua yang istrinya
sedang hamil 37 minggu. Selama perjalanan bahkan setelah sampai rumah, saya
masih merenungi proses tadi. Pengalaman spiritual semoga meningkatkan keimanan
kita akan hari akhir. Amin.
0 Comments:
Post a Comment
Jika tidak memiliki akun di google, wordpress, dan yang lainnya, bisa menggunakan anonymous.