29 September 2012

Teori Absolutivitas (1)


Teori Absolutivitas dalam buku ini lahir pada mulanya berdasarkan pada pemikiran terhadap hasil ekperimen yang telah dilakukan oleh dua Fisikawan Amerika Serikat, yaitu J.C. Hafele dan R.E. Keating pada tahun 1971 untuk membuktikan kebenaran teori pemuluran waktu (time dilatation) yang dikemukakan oleh Albert Einstein pada tahun 1905 tentang Relativitas. Mereka memiliki 12 jam atom Cesium yang sangat teliti. Empat buah jam atom Cesium diletakkan di pangkalan Naval Observatory di Washington D.C., empat buah jam atom Cesium lainnya di letakkan di dalam pesawat jet dengan arah ke barat dan empat buah  jam atom Cesium dibawa dalam pesawat jet ke arah timur. Kedua pesawat jet diberangkatkan dalam waktu bersamaan mengelilingi bumi. Karena kelajuan pesawat jet jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya, efek pemuluran waktu sangatlah kecil. Akan tetapi jam atom Cesium ini memiliki ketilitian kira-kira + 10-9 s, sehingga efek ini dapat diukur. Jam atom berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang diukurnya dibandingkan dengan jam atom standar yang disimpan di Bumi. Setelah dibandingkan dengan akurat, pesawat yang terbang ke arah timur terlambat 59 nanosekon dan pesawat jet yang terbang ke arah barat mengalami ketherlambatan 273 nanosekon. Hasil eksperimen menunjukkan adanya perbedaan selang waktu antara jam atom Cesium dalam 2 pesawat jet dengan jam atom di Bumi. Besar perbedaan selang waktu tersebut sesuai dengan perkiraan relativitas pemuluran waktu, yaitu jam atom Cesium dalam pesawat jet yang terbang dengan kecepatan tinggi setalah dibandingkan dengan jam atom Cesium di Naval Observatory adalah LEBIH LAMBAT.
Apa yang sangat penting dari hasil eksperimen ini?. Penting sekali hasil eksperimen tersebut sebagai bukti ilmiah kebenaran Teori Absolutivitas yang menunjukkan keberadaan kerangka acuan mutlak dan bersifat universal dimana segala sesuatu dapat dikatakan bergerak atau tidak berdasarkan kerangka acuan mutlak ini.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan J.C. Hafele dan R.E. Keating membuktikan adanya efek pemuluran waktu dan sekaligus memecahkan persoalan paradoks kembar. Berdasarkan persamaan Relativitas Khusus untuk Dilatasi waktu karena jam atom Cesium yang berada dalam pesawat jet mengalami ketherlambatan berarti bahwa lebih muda usianya dibandingkan jam atom yang diletakkan di Laboratorium. Apa yang terjadi dalam fakta ilmiah tersebut bukanlah sebaliknya yaitu jam atom di laboratorium lebih lambat dari pada jam atom pada pesawat jet. Ini menunjukkan adanya kerangka acuan mutlak yang bersifat universal yang tidak lain adalah bumi itu sendiri. Dalam banyak kasus, yang paling sering dijadikan contoh adalah paradoks kembar.
Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam suatu kerangka acuan. Selang waktu antara dua kejadian tersebut, Δt0 =  tB – tA, diukur oleh sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt0, yang diukur oleh jam yang diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam kerangka acuan yang sama) disebut selang waktu sejati (proper time). Jika selang waktu kejadian A dan B ini diukur oleh jam O’ yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kejadian (kerangka acuan jam tidak sama dengan kerangka acuan kejadian), maka selang waktu ini disebut selang waktu relativistik (diberi lambang Δt). Sehingga akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik LEBIH LAMA (atau lebih lambat) daripada selang waktu sejati, ditulis Δ> Δt0sehingga sama dengan persamaan relativitas pemuluran waktu. Contoh dari penjelasan ini misalkan Hasan dan Husain adalah anak kembar yang umurnya sama yaitu 20 tahun. Hasan pergi ke luar angakasa selama 30 tahun menggunakan pesawat jet dengan kecepatan yang sangat tinggi mendekati cahaya. Setelah kembali ke bumi, Hasan terkejut karena mendapati Husain telah berubah menjadi sangat tua berusia 50 tahun sementara dirinya hanya bertambah 10 tahun sehingga usianya 30 tahun. Jadi, menurut kerangka acuan bumi, Husain telah pergi selama 30 tahun sedangkan menurut Hasan sendiri baru merasa pergi selama 10 tahun. Letak paradoknya adalah kebalikannya, yaitu: Bagaimana seandainya kerangka acuannya dibalik dimana Hasan yang berada di dalam pesawat jet menganggap dirinya diam karena sebagai kerangka acuan gerak sedangkan Husain yang berada di bumi bergerak menjauhinya ke luar angkasa selama 30 tahun, bukankah seharusnya Husain mendapati dirinya lebih muda karena baru berusia 30 tahun sedangkan Hasan akan lebih tua berusia 50 tahun?. Lalu manakah yang benar?.
Untuk mengetahui manakah yang benar-benar akan terjadi, maka haruslah dilakukan eksperimen untuk membuktikan keadaan tersebut. Untuk gambaran ideal menciptakan sebuah pesawat jet dengan kecepatan cahaya sangatlah mustahil dan tidak akan pernah mungkin dapat dilakukan. Dan yang dapat dilakukan adalah dengan merubah variasi dari variabel kecepatan menjadi rekayasa variasi waktu dengan cara menciptakan sebuah jam atom dengan ketelitian yang sangat tinggi. Dan inilah yang ingin dilakukan J.C. Hafele dan R.E. Keating dalam eksperimen pembuktian pemuliran waktu di atas. Dan hasilnya adalah jam atom Cesium dalam pesawat jet telah mengalami perlambatan daripada jam atom yang berada di dalam laboratorium dan bukan sebaliknya.
Oleh karenanya, berdasarkan pemikiran terhadap hasil ekperimen tersebut ditetapkanlah Teori Absolutivitas Pertama sebagai berikut:
” Bumi adalah kerangka acuan absolut (mutlak) dimana hukum fisika adalah sama untuk seluruh kerangka acuan inersia terhadap bumi dan berlaku universal terhadap seluruh gerak di alam semesta”.
Teori Absolitivitas pertama ini menyatakan bahwa Bumi adalah kerangka acuan mutlak dimana segala sesuatu dinyatakan diam atau bergerak bergantung pada kerangka acuan mutlak Bumi ini. Oleh karenanya hukum-hukum fisika adalah sama terhadap suatu benda yang diam atau bergerak dalam kerangka acuan inersia yang diam terhadap bumi.
Sebagai contoh pada benda yang diam adalah bahwa sebuah bus yang diam di terminal berdasarkan kerangka acuan mutlak (absolut) Bumi adalah diam juga menurut orang yang duduk di terminal karena orang tersebut memiliki kerangka acuan inersia terhadap Bumi, yaitu kecepatannya 0 km/jam.
Sebagai contoh pada benda bergerak adalah sebuah bus yang bergerak dengan kecepatan 40 km/jam dari terminal berdasarkan kerangka acuan mutlak (absolut) Bumi adalah sama besarnya dengan kecepatan bus menurut kerangka acuan inersia orang yang duduk di terminal, yaitu 40 km/jam.
Karena Bumi sebagai kerangka acuan mutlak yang bersifat universal, maka seluruh gerakan apapun pada benda yang bersifat mikroskopis seperti gerakan elektron, proton, neutron, atom dan sebagainya maupun benda makroskopis seperti gerak mobil, pesawat, bulan, planet-planet, matahari, galaksi dan benda langit lainnya haruslah dinyatakan oleh kerangka acuan mutlak bumi ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa partikel muon yang tercipta di atmosfer atas berada pada ribuan km di atas permukaan bumi ketika dalam perhitungan terhadap waktu hidup (life time) seharusnya telah musnah sebelum mencapai permukaan air laut, adalah partikel muon yang bergerak. Dan tidak akan mungkin dapat dibalik, yaitu menganggap partikel Muon yang dianggap sebagai kerangka acuan yang diam sedangkan bumi yang bergerak mendekatinya dengan kecepatan mendekati cahaya 0,998 m/s.
Demikian pula seorang yang berada di dalam bus yang bergerak terhadap bumi ketika melihat ke pohon-pohon di tepi jalan, maka yang sesungguhnya bergerak adalah bus dan bukan pepohonannya yang bergerak meskipun penumpang menganggap dirinya sebagai kerangka acuan relativistik. Akan tetapi sebagai konsekuensi teori Absolutivitas pertama di atas maka tidak ada lagi kerangka acuan relatifistik dan tidak ada pula yang dinamakan gerak relatif.
Demikian pula ketika di pagi hari tampak matahari terbit dari timur, naik di atas kepala lalu tenggelam di ufuk barat, sesungguhnya yang bergerak adalah matahari sedangkan bumi dalam keadaan diam tidak bergerak karena sebagai kerangka acuan absolut yang universal.

0 Comments:

Post a Comment

Jika tidak memiliki akun di google, wordpress, dan yang lainnya, bisa menggunakan anonymous.