19 April 2011

, ,

Memilih Jurusan dan Masa Depan

Alasan Memilih Jurusan
Manusia adalah insan sosialis, ketika dia memutuskan suatu langkah tujuan untuk masa depannya maka hasil yang diperoleh bukan hanya untuk dia saja, namun berpengaruh pada orang banyak, khususnya orang-orang di sekelilingnya. Hal itu terkadang membuat pilihan itu sendiri menjadi basi untuk dijadikan wacana, seakan ada beberapa tangan gurita yang meracuni hidup kita dengan doktrin.
Berbicara mengenai jurusan, keperawatan bukanlah apa yang saya bayangkan ketika saya ada di bangku sekolah. Meski keluarga besar saya mayoritas adalah petugas kesehatan meliputi dokter, dokter gigi, bidan, perawat, rekam medis, radiologi, dan yang lainnya, namun itu tidak membuat saya tertarik untuk mengikuti jejak mereka.
Sejak saya berusia delapan bulan, ayah saya meninggal dunia karena liver, maka saya diasuh oleh tante saya di Bandung, dia sangat mengharapkan anak laki-lakinya yang juga seumuran dengan saya agar menjadi dokter. Rata-rata setiap orang tua dari keluarga besar saya menginginkan minimal satu anaknya menjadi dokter dan dari keluarga saya belum ada yang menjadi dokter. Lalu bagaimana? Maka saya pun menjadi sasaran mereka untuk dibujuk menjadi dokter.
Saya bukan murid bodoh, setidaknya prestasi saya tidak pernah keluar dari lima besar. Namun ada hal lain yang membuat saya kesulitan untuk mengikuti SNMPTN. Ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat saya bersekolah di sebuah Aliyah yang terpencil di kampung, sarana dan prasarananya sangat tidak memadai, bahkan kelas saya yang berjumlah 16 orang ditempatkan di kelas yang disekat dengan triplek untuk kelas lain yang berjumlah 18 orang. Guru yang mengajar kurang motivasi untuk mencerdaskan kami dan teman-teman sekelas sangat tidak tertarik dengan iming-iming kuliah.
Menyedihkan. Maka jadilah saya satu-satunya siswa di angkatan itu yang punya inisiatif untuk kuliah di PTN. Merencakan mengikuti SNMPTN tanpa mengikuti bimbel apapun, karena keadaan saya yang di kampung dan biaya pendaftaran juga biaya hidup yang harus saya tanggung jika harus bimbel tidak bisa dipenuhi oleh orang tua saya. Jalan keluar saya adalah tas ransel penuh buku pelajaran dan saya menghampiri rumah guru-guru saya untuk mengajari saya.
Kedokteran, Keperawatan, dan Sastra. Itu adalah pilihan saya ketika mengikuti SNMPTN program IPC, dan saya sudah berjanji bahwa apapun yang Allah anugerahkan pada saya di tanggal 17 Juli 2011 maka itulah jalan hidup saya. Hingga akhirnya saya lulus di Fakultas Keperawatan Unpad.

Rencana Masa Depan
Saya mempunyai target jangka panjang selama 5 tahun ke depan, meliputi:
Tahun 2011         : Belajar berorganisasi dan mencari link sebanyak-banyaknya
Tahun 2012         : Freelance di penerbitan dan siaran radio
Tahun 2013         : Fokus rencana penelitian dan skripsi
Tahun 2014         : Lulus Sarjana! Mulai berpikir untuk menikah
Tahun 2015         : Lulus Ners! Mencari pekerjaan di bidang keperawatan
Itu hanya rencana jangka panjang secara global, secara rinci saya mempunyai capaian-capaian atau gol apa yang harus dilakukan tiap bulannya.

Saya tahu sebenarnya orang tua kesulitan untuk membagi biaya hidup anak-anaknya. Saya masih mempunyai seorang kakak perempuan yang kuliah di Fikom Unpad, dan satu lagi bidan muda yang belum bekerja, sementara kakak laki-laki saya meskipun sudah tidak ditanggung oleh orang tua saya tapi dia sering kesulitan uang, dan terakhir adik perempuan saya yang tahun ini masuk SMA.
Keadaan kami yang yatim terkadang membuat kami tertekan dalam masalah keuangan. Ibu yang gajinya hanya cukup untuk biaya hidup harus kelelahan mencari biaya pendidikan. Itulah kenapa di tahun depan saya mempunyai niatan untuk freelance, namun ketika ada tawaran beasiswa seperti ini saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Dalam mengajukan beasiswa, satu-satunya kendala saya adalah IP. Berbeda dengan dulu ketika beasiswa selalu ada tiap tahun untuk saya, itu karena prestasi saya cemerlang. Sekarang, saya merasa ada di persimpangan yang membuat IP saya jatuh, namun saya masih punya prestasi lain, seperti mengikuti 9 antologi buku dalam waktu satu tahun ini dan menjadi pembicara seminar kepenulisan di beberapa tempat.
Saya tahu Indeks Prestasi adalah tolak ukur berhasil atau tidaknya seseorang, bukan hanya berhasil menguasai materi, namun juga berhasil mengalahkan ego, beban psikologis, rasa bosan, rasa malas, dan yang bisa mengatasinya adalah seorang pemenang. Maka saat ini saya juga sedang mengendalikan diri agar lebih fokus pada ilmu keperawatan dan menaikkan IP saya.
Semoga Allah tetap memberkahi setiap langkah kita.

Sarah Nurul Khotimah
Jatinangor, 20 April 2011
Continue reading Memilih Jurusan dan Masa Depan

16 April 2011

, ,

Belajar Feminisme (Lagi) Gara-Gara Panelis

Cerita ini dimulai ketika saya bertemu dua ukhti-ukhti (mutsanna apa jamak tuh?). Mereka berdua mempromosikan acara Keputrian DKM Unpad yang bertemakan 'TKW-ku Sayang TKW-ku malang; TKW Antara Pahlawan Devisa dan Korban Komoditas'.

Menarik. Tapi saya tidak tertarik, jadi gimana dong? Hanna sudah melirik-lirik ke arah saya yang melihat pamflet dengan hambar, "Ikutan yuk, Sar!"
Aku mengerutkan kening, "Ngeri ah."
"Lho kenapa?"
"Kalau setelah ikutan acara ini tiba-tiba aku berambisi untuk berubah jadi cowok gimana?"
Ha? Jiwa feminisku memang lemah.

Tapi saya menolak mengikuti acara itu karena memang hari Sabtu ini saya harus ke Kalipah Apo untuk rapat acara Kibar (Kilas Balik Perjuangan Mahasiswa) dari mahasiswa Persatuan Islam. Harus ikut, sudah dua kali bolos rapat tuh, parah banget kalau mau terus absen. Saya juga sudah ambil ancang-ancang untuk ijin acara internal BEM Kema yang diadakan SDMK sabtu ini, acaranya masak-masak gitu, seru-seruan, tapi sesuai dengan pratinjau Raker maka awak Kominfo pasti pada dikit banget personilnya.

Pada akhirnya, sepertinya besok saya tidak ikut lagi rapat panitia Kibar dan tidak pula ikut acaranya SDMK. Why?

"Sar, Sabtu ini ada acara SDMK kan di BEM?" Tanya Teh Dika di pertigaan Jl. Sayang.
Saya langsung kikuk, berpikir keras apa jangan-jangan Teh Dika tahu kalau saya hendak ijin untuk bolos.
"Itu yang acara Sigap Heart to Heart." Tambahnya meyakinkan.
Aku sih sebenarnya sudah yakin, yakin ga hadir gitu, Tapi ...
"Kamu ijin saja ya ke Fae buat ga ikut ... (hehe Teh Dika tahu aja saya mau ijin) ... jadi kamu nambahin buat jadi panelis di acara DKM Unpad ... (what?) ... soalnya mereka minta 10 orang dari BEM dan sekarang baru ada 3 orang ... (aku diitung tujuh aja gitu :D) ... sambil liputan juga kan, Sar ... (gubrak, double job pula)."

Saya tersenyum dengan penuh keraguan, "Panelis, Teh?"
"Iya, kamu pasti bisa lah ..." Teh Dika menepuk bahuku, "Kan seneng baca, sudah punya vokal buat ngomong nanti."
Jiaah, vokal grup ala kaskus ujian aku punya, Teh, heheheee.

So?
Seru kali ya jadi Panelis, meski saya belum pernah jadi panelis dan ga tahu kerjaan panelis tuh ngapain. Haha, harus jungkir balik Jatinangor-DU saja kali ya kalau nanti disana tegang. Yang penting malam ini saya harus baca semua artikel mengenai TKW dan petuah-petuah dari Teh Kantry yang sangat menumpuk.

Qadarullah, kakakku tercinta adalah eks Ketua Keputrian BKI jadi di rak bukunya banyak buku mengenai perempuan. Tapi nggak mungkin saya baca cuma dalam semalam juga, ya.

Perempuan? Wanita?
Umh, saya tidak terlalu tahu mengenai ke-TKW-an, tapi untuk masalah feminisme? Jreng ... jreng ... jreng ... rasanya akhir-akhir ini saya banyak sekali mengikuti kajian bertema feminisme. Kalau di Keputrian Quwwatul Azzam sudah pasti ya kajiannya perihal cewek semua, lalu di FLP Bandung ketika pertama kali saya ikut, yang dibahas adalah buku 'Perempuan di Titik Nol', beuh tuh novel pengen saya telen aja saking mengobrak-abrik pemikiran kritis mengenai perempuan. Beberapa bekal yang saya ambil dari kajian FLP Bandung itu:


"Tubuh yang paling murah adalah tubuh seorang istri, maka saya lebih memilih untuk menjadi seorang pelacur yang cerdas daripada menjadi seorang istri yang dibodohi."

Apa banget kan bacanya, saya memang tipe manusia yang labil, ga boleh dicekokin doktrin jika tanpa filter. Sepulangnya dari kajian FLP Bandung saya membekali kedunguan saya ini dengan sebuah kalimat bodoh.


"Ketika seorang suami keluar rumah, maka dia berhak melirik wanita lain untuk dijadikan istri (kedua, ketiga, dst). Dan ketika hal itu terjadi, seorang istri yang menantinya di rumah berkewajiban menjaga dirinya dari lirikan laki-laki lain."

Hmm, saya tidak menuntut masalah poligami, semua orang juga tahu saya ini penganut pro poligami. Kita juga bukan sedang membicarakan masalah hak dan kewajiban, juga bukan mengkritisi hukum islam. Tapi saya jadi merasa betapa tingginya kemungkinan seorang laki-laki menjadi egois pada pasangannya.

Lain lagi di kajian PP Himi Persis yang berlangsung di Kalipah Apo itu. Apa cobaaaa ... pematerinya kabur sebelum ada sesi tanya jawab, padahal aula tengah memanas dengan doktrin-doktrin beliau yang mengganas. Beliau adalah tokoh feminisme lulusan London yang sudah S3. Widiiih, saya saja masuk kuliah S1 harus dibujuk keluarga dulu.

Beliau sangat menyayangakn pemikiran kami yang lurus-lurus saja mengenai disparitas antara kaum Adam dan kaum Hawa. Bahkan beliau mengoceh tentang tafsir dari Kitab Ibnu Katsir saat membahas mengenai penciptaan Hawa.

"Kalian selalu menafsirkan ayat al-quran dari Ibnu Katsir kan?"
Kami memperhatikan pola bicaranya yang penuh penekanan.

"Ibnu Katsir itu siapa? Dia manusia? Jadi dia juga bisa saja salah, kan? Kalian harus bisa mengkritisi sendiri isi Ibnu Katsir itu?" Celotehnya.

Nah loh, saya juga manusia yang bisa salah kan, dan dia juga manusia yang bisa salah. Kalau semua mengacu pada asumsi bahwa semua manusia bisa salah, maka ilmu siapa yang mau diambil? Toh Ibnu Katsir juga dipercaya tafsirannya dengan beberapa pertimbangan dari ulama-ulama terverifikasi. Apa ulama itu juga salah? Kalau semuanya salah, masa kamu doang yang bener? Daftar jadi malaikat sejak kapan?

Hehe sepertinya tulisan saya sudah menyimpang dari judul, sori dori kogoro mori, nih, kelewat semangat euy.

Huft, baiklah.

Untuk besok, saya harus siap jadi panelis. Tanpa wajah pucat, jadi nggak boleh begadang. Besok juga ada Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Oh iya, selain saya dan rengrengan BEM Kema, ada juga panelis dari organisasi lain semisal BKLDK Jabar, HMI, dan  MHTI. Ya sudah lah ya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Yang nggak kebayang itu kalau sampai media pada datang kayak pas acara Logika KPK. Huft, bisa banjir keringat di tengah aula ber-AC.

Haduuh ... Mules dari sekarang.
Continue reading Belajar Feminisme (Lagi) Gara-Gara Panelis

11 April 2011

,

Tragedi Ujian Siang Tadi


Memasuki UTS, aku diminta untuk mempublikasikan ucapan selamat UTS. Hwidih, UTS aja harus selamat kan. Parahnya, kemalalasan aku sedang memanja ria. Jadi BEM Kema ketinggalan dalam hal ucap mengucap keselamatan itu. Kalah dengan ucapan teman-teman Padjadjaran Intellectual Research dan BPM Kema yang berbunyi;

Selamat Ber-UTS Ria!!!
Yuk terus belajar dan berdoa di Ujian Tengah Semester ini..!!
UTS..?? Ujian Tak Susah
UTS..?? Untuk Terus Senyum
UTS..?? Usaha Tenang dan Sukses
UTS..?? Ujian Tetap Semangat!!
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Jangan menyerah!!! Menyerah berarti menunda masa senang di masa datang (Imam Syafii).
Continue reading Tragedi Ujian Siang Tadi

09 April 2011

Jangan Mau Jadi ‘Mujahid Cicak’


(Tulisan ini dibuat saat mengikuti Kaderisasi Hima/Himi Persis di Riung Bandung)
Sarah Nurul Khotimah Fkep Unpad ‘10

            Persis itu kaku. Begitu opini yang selalu saya dapat dari selentingan obrolan, sahabat, dan masyarakat. Jika benar begitu, sesuai dengan tipe kepribadian Hippocrates-Galenus barangkali aktivis-aktivis Persis dominan dengan empedu hitam sehingga mempunyai tipe kepribadian melankolis. Namun, terlepas dari desas-desus itu saya sendiri selalu memperhatikan beberapa karakteristik yang ada pada teman-teman seperjuangan saya yang juga saya temukan pada diri saya sendiri.
Karakteristik ini saya analogikan dengan cicak yang melekat di dinding dan saya paparkan beberapa kesalahan mujahid cicak. Saya mengatakannya sebagai mujahid,  bukan aktivis, sesuai dengan apa yang disampaiakan dari acara Silakpi mengenai rentang disparitas antara aktivis dan mujahid.
Cicak-cicak di dinding
Diam diam  merayap
Continue reading Jangan Mau Jadi ‘Mujahid Cicak’
,

Totalitas dan Pengoptimalan Diri untuk Menjadi Keluarga Mahasiswa yang Berkualitas



 (Tulisan ini dikirimkan saat mendaftarkan diri menjadi pengurus BEM Kema Kabinet Sigap)
 
Sarah Nurul Khotimah 220110100134
Fakultas Keperawatan 2010

Menjadi pengurus BEM?
Bagi sebagian mahasiswa apatis mungkin merasa heran melihat sekumpulan orang berbondong-bondong berkontribusi untuk BEM. Berkumpul untuk membahas proker-proker yang harus disepakati bersama. Menjalankan kegiatan yang tidak sedikit menguras keringat.
Continue reading Totalitas dan Pengoptimalan Diri untuk Menjadi Keluarga Mahasiswa yang Berkualitas

Kenangan Kabah @Riung Bandung



Tanggal 11 Februari menuju 12 Februari 2011…
“Apa Persis menganggap kamu kader Persis?” Teriaknya penuh penekanan dengan mimik optimis bahwa kali ini saya akan menyerah untuk menjawab.
Kok rasanya saya lagi ditanya, “apa orangtua kamu menganggap kamu anak mereka?Nyeredet hate kitu. Jangan-jangan orangtua saya mengasuh saya hanya karena kagok dikasih saya sebagai anak mereka. Malam sebelumnya saya memang memakai kalimat, ‘saya merasa tersesat di Persis, karena kecintaan saya pada ilmu matematika dan IPA dileburkan oleh Persis dengan memberi tinta merah di nilai Fisika’, tapi saya melanjutkannya dengan, ‘saya tersesat di tempat yang tepat.’
Continue reading Kenangan Kabah @Riung Bandung
,

Paradigma Sastra Keperawatan


            “Materi kuliah apa nih?”
“Fundamental of Nursing.”
“Oh,” Aku duduk di pojok belakang. Aku lebih suka tempat duduk yang strategis di  belakang untuk menulis sebuah karya fiksi.
          Ya, aku adalah Si Sastra Gila. Pecinta sastra yang ditodong keluarga untuk masuk Fakultas Keperawatan.
          Bla… Bla… Bla…
          Seperti biasa lecture kali ini penuh dengan teori, karena kami baru semester satu maka yang dipelajari hanyalah pendekatan terhadap ilmu keperawatan. Baguslah, ada waktu agar pikiranku tetap menerawang jauh dari dunia keperawatan.
Continue reading Paradigma Sastra Keperawatan

Ceritanya Kang Ujrot dan Neng Bahrul



Let’s read our story...
Kita dipertemukan di Cicalengka, kita sepupuan. Ibuku dan ibunya ditakdirkan seibu & seayah.. Ibu dia lebih tua dan ibu saya lebih cantik, dan saya lebih cantik dari mereka berdua, tapi mereka berdua lebih mulia dari saya.
Dia adalah Kang Ujrot, lengkapnya Ujrot Tahu Gejrot! Panggilan khusus dari saya ‘Apaji'. Hingga catatan ini saya catat saya masih memanggilnya begitu. Dan saya, ya saya. Neng Bahrul kalo dalam catatan ini. Banyak panggilan bertebaran dari nama Nurul yang saya sandang tanpa pangan dan papan ini, mulai dari Yuyuy, Kuyuy, Unun, Nunul, Jenul, dan panggilan manyun lainnya. Tapi si Ujrot ini menyebut saya Bahrul.
Continue reading Ceritanya Kang Ujrot dan Neng Bahrul

Believeable itu Seleksi Alam


Ada satu lentera bagi wisata mimpi saya, yaitu, “Kritis Berpikir, Gesit Menulis, dan Aktif Berbicara”, dan saya kerucutkan menjadi “Kritis, Kreatif, dan Komunikatif”. Jika ketiga hal itu berdisfungsi, berarti ada kelainan dalam saraf motivasi dan spirit saya. Dan imbasnya adalah saya selalu terjebak menjadi sosok yang dipercaya, seperti menjadi ketua kelompok kecil saat mabim dan mentoring, sampai kepercayaan lebih besar yang tidak diduga, atau dengan kata lain ‘menjadi nomor satu’ tanpa sadar. Ini ambisi saya? Bukan! Saya ingin melakukan apa yang saya cintai, saya tidak segan-segan menolak menjadi ketua jika saya memang tidak merasa ada feel, seperti yang saya lakukan saat pengkaderan di Riung Bandung. Ada kisah lain mengenai sentilan ini.
Continue reading Believeable itu Seleksi Alam

Lima Hari Ga Ngeblog

Ada apa dengan lima hari ga ngeblog?
Sebelumnya bahkan saya sudah berbulan-bulan ga ngeblog, mau apa? nulis apa? dibaca siapa? Saya paling tidak suka jika harus ngopas kalau nulis, toh tulisan yang saya kopas adalah tulisan manusia. Kalau dia bisa nulis kenapa kita tidak? Toh jadinya saya antipati dengan orang yang kalau ngeblog kerjaannya kopas dari artikel lain. Hah, kalau tidak mampu membuat artikel ya belajar dulu lah yang bener.
Continue reading Lima Hari Ga Ngeblog

05 April 2011

,

Paradoksnya Hobi Sama Profesi

Pagi ini saya belajar Trauma Thoraks sama Pak Cecep. Serem, kita disuguhi video peperangan di Iran, intinya di video itu diperlihatkan pertolongan emergensi terhadap korban perang (medisnya tentang apa aku kaga tau). Tapi yang bikin lucu sampe aku tertarik bikin tulisan ini tuh bukan itu tapi celetukan Pak Cecep mengenai 'polisi' soalnya beliau menambahkan, "Tapi bukan polisi yang joged India itu."
Continue reading Paradoksnya Hobi Sama Profesi

04 April 2011

,

Wajah Pucat Hari Ini (5 April 2011)

Ah, mau menuh2in blog deh kayanya. On d'spot nulis apa yang mau ditulis, bukan karena saya seorang penulis atau pemilik laptop yang bisa internetan (ah ga penting dah). Oh iya, ngomong2 tentang penulis kemarin ketika Radep HRD dan Ukhuwah saya dipanggil penulis sama Kabid Ukhuwah (cikiciw), dia bilang gini, "Kalau tidak salah anak HRD ada yang jadi penulis ya?". Sontak pada ngeliatin aku kan (emang aku buron?), well okelah imej saya di kampus sudah dicap sebagai seorang penulis. So, ga wajar deh kalo ni blog kosong2 aja.

Continue reading Wajah Pucat Hari Ini (5 April 2011)